Bijak Digital, Jangan Sampai ASO Justru Jadi TV Switch Off

JAKARTA-SINGGALANGNEWS.COM, Sehubungan dengan acara Hitung Mundur Analog Switch Off (ASO) Jabodetabek yang diselenggarakan Kemkominfo pada 2 November 2022, Gede Aditya Pratama selaku kuasa hukum pemohon uji materiil PP No. 46 Tahun 2021 kembali mengingatkan agar Kemkominfo menyetujui atas Putusan Mahkamah Agung (MA) No.40 P/HUM/2022 yang membatalkan aturan sewa slot multipleksing.
Pasal 81 ayat (1) PP No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran yang dibatalkan MA berbunyi “LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing”.
“Hal ini, artinya sewa slot multipleksing menjadi ilegal. Hanya lembaga penyiaran Penyelenggara Multipleksing yang bisa bersiaran, sedangkan lembaga penyiaran yang bukan Penyelenggara Multipleksing harus tutup usaha karena tidak bisa bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” ungkap Gede Aditya saat ditemui di Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Gede menjelaskan bahwa pasca Putusan MA, model bisnis multipleksing menjadi tidak bisa dilaksanakan karena TV-TV yang bukan Penyelenggara Multipleksing tidak bisa menyewa slot multipleksing, karena norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP No. 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MA.
"Dan sebaliknya, TV-TV Penyelenggara Multipleksing tidak bisa lagi menyewakan slot multipleksing. Jangan sampai pemberlakuan Analog Switch Off, justru menjadi TV Switch Off karena banyak TV tidak bisa siaran,” ujar Gede Aditya.
Namun demikian, Pemerintah melalui jumpa pers yang disampaikan Menkopolhukam dan Menkominfo pada 24 Oktober 2022 menyampaikan bahwa ASO akan tetap dilaksanakan 2 November 2022 di 222 kabupaten/kota, termasuk di dalamnya wilayah Jabodetabek yang terdiri dari 9 kabupaten/kota. Bahkan Kemkominfo menyelenggarakan Hitung Mundur ASO Rabu (2/11/2022) malam nanti.
Menanggapi pemberlakuan ASO yang dipaksakan tersebut, Gede Aditya mengingatkan Kemkominfo untuk memperhatikan dan mematuhi Putusan MA, bukan justru memaksakan migrasi ke siaran TV digital padahal sewa slot multipleksing dinyatakan ilegal.
“Justru kalau Kemkominfo menyuruh TV-TV bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing, berarti Kemkominfo menyuruh bersiaran dengan cara melawan hukum karena jelas-jelas MA sudah membatalkan aturan mengenai bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” pungkas Gede Aditya.
Selain isu bisnis model multipleksing yang dinyatakan ilegal, Direktur Lombok TV Yogi Hadi Ismanto juga menyoroti penerbitan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) yang diberikan Kemkominfo pada masa moratorium pemberian izin penyelenggaraan penyiaran seperti tertuang dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 1 Tahun 2017. Bahkan ironisnya, ada di antara TV tersebut yang ditetapkan Kemkominfo sebagai Penyelenggara Multipleksing.
“Surat Edaran Menkominfo tersebut masih berlaku, belum dicabut. Sehingga semestinya semua IPP di masa moratorium izin penyiaran merupakan IPP Prinsip,” kata Yogi.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menegaskan kesiapan ASO semestinya memperhatikan kesiapan masyarakat.
Mengutip survei Nielsen di 11 kota per 27 September 2022, Gilang mengatakan bahwa hanya 39 persen warga siap ASO, sehingga banyak warga akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan informasi.
Dia menambahkan, bahkan di Jakarta hanya sekitar 22 persen penduduk yang memiliki pesawat televisi yang bisa menangkap siaran digital.
“Jadi kesiapan ASO mesti dilihat dari kepemilikan pesawat TV yang bisa menerima siaran digital. Bukan pada sikap atau pernyataan siap yang masih bersifat ‘akan’,” ungkap Gilang Iskandar.
Sebelumnya, ATVSI telah meminta Pemerintah menangguhkan atas pelaksanaan ASO yang bersifat strategis dan berdampak luas sampai dengan masyarakat benar-benar siap.
Terlebih lagi dalam amar putusan ke-7 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUUXVIII/2020 dalam perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memerintahkan aparatur negara untuk menangguhkan segala kebijakan bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan pelaksana baru berkaitan dengan UU Cipta Kerja. (sm_r)
Tulis Komentar