Rasio Penerimaan Pajak Terhadap PDB Belum Optimal

Singgalangnews.com,Jakarta - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menyampaikan secara umum tren tax ratio Indonesia mengalami penuruan yang cukup besar sejak tahun 2011.
Hal ini disampaikan Yon dalam diskusi daring bertema tema "Pemulihan
Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global" yang digelar Forum Merdeka Barat
9 (FMB9) pada Senin, (25/7/2022).
"Secara umum, tax rasio kita memang mengalami tekanan yang cukup besar
sejak tahun 2011," kata Yon memulai pemaparannya.
Selama beberapa tahun terakhir, Yon menjelaskan, tax ratio yang didefinisikan
sebagai rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih
belum optimal.
Namun Yon menegaskan, tren penurunan itu dinilai masih cukup dinamis bila
memperhitungkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sumber daya alam
yang sangat sensitif terhadap perubahaan harga komoditas.
Oleh karena itu, tambahnya, optimalisasi pajak masih menjadi tujuan utama
kebijakan fiskal.
Lantas, perbaikan pajak yang dilakukan pemerintah kedepannya, menurut Yon, meliputi sisi kebijakan (policy) dan administrasi.
"Jadi dari dua sisi ini, kita melihat bahwa tax ratio kita masih cukup challenging.
Kemudian di satu sisi kita tentu melihat ada pilihan kebijakan yang kita ambil
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.
Namun di sisi lain, tegas Yon, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu juga akan
tetap memperhatikan penerimaan yang sustainable.
"Di satu sisi, kita melihat kenaikan di tahun 2021 dan insha Allah nanti di tahun
2022 ini kita akan terus memperlihatkan kenaikan yang signifikan," ungkapnya.
Perjalanan Reformasi Pajak di Indonesia Lebih lanjut Yon menuturkan, sejak 1983, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait reformasi parpajakan di Indonesia. Alhasil, jumlah wajib pajak meningkat siginifikan sejak pertama kali dilakukan reformasi hingga saat ini.
"Perubahan menjadi satu hal yang tidak terhindarkan, dan kita telah melakukan
berbagai hal sejak tahun 1983 ketika sistem perpajakan diubah," tuturnya.
Saat itu, Yon mengungkapkan, sistem perpajakan Indonesia diubah dari sistem
assessement menjadi undang-undang (UU) perpajakan.
Hal itu terjadi dalam rentang waktu 1991 hingga 2000. Kemudian setelah dilaksanakan reformasi birokrasi, Kemenkeu selanjutnya melakukan reformasi perpajakan jilid I selama 2002 hingga 2008.
"Berikutnya reformasi perpajakan jilid II pada 2009-20014 dan tranformasi
kelembagaan pada 2014-2016," tambahnya.
Kemudian pada 2016-2019, dilakukan reformasi birokrasi dan transformasi
kelembagaan. Belanjutnya pada 2017 program reformasi perpajakan dan PSAP
dan PSIAP (coretax) pada 2018-2024.
"Kalau kita lihat, sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan, jumlah
wajib pajak kita pada 1983 masih sekitar 163 ribu, sementara sekarang berada
di kisaran 42,51 juta," tutupnya. (dpri)
Tulis Komentar