Harkitnas: Amil Zakat Negara, Pilar Kemandirian Sosial dan Penggerak SDGs

JAKARTA - Setiap tanggal 20 Mei 2025, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). NKRI terus memacu diri berlari mengikuti arus perkembangan zaman. Di mana, permasalahan sosial hari ini menjadi salah satu tantangan nyata menuju pencapain visi Indonesia Emas 2045.
Indikator-indikator sosial berupa problematika kemiskinan, masalah akses Kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja, dan angka angka stunting yang terus mendapatkan penanganan serius. Sebab, permasalahan tersebut bukan sekadar statistik, melainkan perlu intervensi cepat dan terukur dari seluruh elemen terkait (stakeholders).
BAZNAS dan Urgensi Zakat
Salah satunya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang hadir bukan sekadar lembaga yang menghimpun dana zakat, infak, sedekah serta dana social dan keagamaan lainnya (ZIS-DSKL), tetapi sebagai aktor strategis yang mengambil peran nyata dalam upaya membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Komitmen kuat BAZNAS bertransformasi, sejalan dengan agenda global Sustainable Development Goals (SDGs), yang menjadi acuan pembangunan berkelanjutan dunia.
SDGs sebagai sebuh komitmen internasional yang menargetkan perubahan struktural di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Berlandaskan prinsip “No One Left Behind,” agenda ini menuntut setiap negara untuk memastikan bahwa pembangunan bersifat inklusif dan berkeadilan. Indonesia telah mengadopsi 17 tujuan SDGs sejak 2015, namun implementasinya memerlukan sinergi dari semua elemen bangsa—termasuk lembaga zakat seperti BAZNAS.
BAZNAS telah menjawab tantangan SDGs dengan bukti konkret. Pada 2024, BAZNAS berhasil mengentaskan kemiskinan lebih dari 1,35 juta jiwa, termasuk 721 ribu dari zona miskin ekstrem (www.puskasbaznas.com). Program-program unggulannya seperti Z Mart, BAZNAS Microfinance Desa (BMD), BAZNAS Microfinance Masjid (BMM), Program Lumbung Pangan, dan program-program pendistribusian dan pendayagunaan lainnya.
Tantangan Yuridis AZN
Di balik keberhasilan itu, BAZNAS saat ini menghadapi ujian serius dari aspek regulasi hukum. Judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi menjadi sorotan penting yang menguji legitimasi dan masa depan peran BAZNAS. Gugatan ini mempersoalkan sentralisasi pengelolaan zakat oleh negara melalui BAZNAS, yang dinilai oleh sebagian pihak perlu dikembalikan sepenuhnya kepada masyarakat atau swasta.
Fenomena ini membuka ruang refleksi kritis: bagaimana posisi strategis BAZNAS dalam tata kelola zakat nasional dapat diperkuat agar tidak hanya sah secara yuridis, tetapi juga kokoh dalam praktiknya? Tantangan ini penting karena zakat bukan hanya urusan filantropi, melainkan bagian dari sistem sosial-ekonomi umat yang memiliki dimensi syariah, keadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu, beberapa langkah perlu menjadi agenda prioritas. Pertama, Penguatan Regulasi. UU Nomor 23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat perlu dioptimalkan, terutama dari aspek perlindungan hukum terhadap eksistensi BAZNAS sebagai badan resmi: amil zakat negara (AZN). Regulasi perlu dirumuskan lebih adaptif, menjawab tantangan zaman, serta mempertegas kewenangan dan mekanisme pengawasan yang akuntabel. Kedua, advokasi dan literasi publik.
Penting bagi BAZNAS untuk memperluas kampanye literasi zakat agar masyarakat memahami urgensi pengelolaan zakat secara terpusat demi efektivitas dan pemerataan manfaat. Dan ketiga, kolaborasi multi-stakeholders. Kolaborasi dengan lembaga pemerintah dan antarpengelola zakat harus terus diperluas agar BAZNAS tidak berjalan sendiri, melainkan menjadi pusat sinergi nasional dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan umat.
Ke depan, BAZNAS harus mampu membuktikan bahwa keberadaannya bukan hanya sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan bangsa yang bermartabat dan berkeadilan. Dalam konteks ini, dukungan dari seluruh komponen bangsa menjadi mutlak agar zakat benar-benar menjadi instrumen strategis untuk kemajuan Indonesia.
Dengan demikian, perjuangan memperkuat BAZNAS di ranah hukum dan praktik bukan hanya tentang mempertahankan institusi, tetapi tentang menjaga amanah umat untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih kuat, mandiri, dan sejahtera.
Oleh: Dr. Muhtadi, M.Si (Wakil Dekan FDIKOM UIN Jakarta). (*)
Tulis Komentar