Home Nasional Daerah Olahraga Lifestyle Teknologi Hiburan Ragam Ekonomi Video Indeks
 
Royalti! Masih Pura-Pura Baik-Baik Saja, Kawan-Kawan Musisi?
Sabtu, 04-12-2021 - 16:17:55 WIB
TERKAIT:
 
  • Royalti! Masih Pura-Pura Baik-Baik Saja, Kawan-Kawan Musisi?
  •  

    singgalangnews.com,Jakarta -- Seberapa ruwet sengkarut tata kelola royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik di Indonesia kiwari? Kita semua tahu jawabnya.


    Meski Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP 56 pada 30 Maret 2021, tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik dan ditimbang PP ini memperkuat isi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta. Tapi kenyataan di lapangan, bertolak belakang dengan peraturan yang diundangkan.


    Hal itu terungkap dalam zoom meeting yang digagas Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (Kophi), pada Kamis (2/12/2021) malam, sengkarut tata kelola royalti itu, belum menunjukkan titik terang.


    Bak benang kusut yang sulit diurai persoalannya. Selain itu, juga keterlibatan musisi sebagai bagian aktif dari persoalan ini, juga sangat rendah.


    Denny MR, selaku pemandu acara, sangat berlapis-lapis. Sampai pada taraf sangat sulit sekali mengurainya. Persoalan pat gulipat PT LAS selaku pihak ketiga yang ditunjuk LMKN tanpa proses tender, dan tudingan salah satu komisioner LKMN ternyata juga memiliki saham di PT LAS, belum purna. Atau sengaja tidak diselesaikan, bahkan setelah publik mengetahui bobrok dan akal-akalan mereka, kini ada persoalan baru.


    Yaitu Posan Tobing selaku musisi menggugat label Warner ke pengadilan, setelah itu giliran
    Musica Studios mengajukan gugatan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan tuntutan agar royalti produser dinaikkan dari 50 tahun menjadi 70 tahun.


    Atau dalam bahasa Candra Darusman, Musica Studio menginginkan penghilangan pasal 18 dan 30, untuk diganti menjadi Kesepakatan Industri. Turunannya hak kepemilikan master lagu, yang tadinya hanya selama 25 tahun akan kembali menjadi milik musisi, akan bertambah menjadi 70 tahun, setelah itu, baru kembali ke penciptanya.


    Dalam bahasa Cholil Mahmud, vokalis dan gitaris band Efek Rumah Kaca dan Pandai Besi, sengkarut persoalan royalti harus direspon musisi dengan mengubah cara berpikirnya. Meski pagi-pagi sekali, Cholil Mahmud yang sekarang mukim di New York AS itu, mengatakan pendapatnya mewakili dirinya sendiri, bukan musisi secara umum.


    "Musisi mesti mempunyai perubahan sikap, sehingga dikotomi musisi mainstream dan sidestream hilang, tidak ada lagi. Karena kita sekarang hidup di era borderless," kata anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) itu, sembari menambahkan, meski sepemahamannya, musisi sidestream biasanya yang memiliki sendiri master lagunya, dan memiliki sistem hubungan yang berbeda dengan pihak label, jika misalnya dibandingkan dengan musisi mainstream.


    Saat jaman terlalu berlari seperti sekarang, dengan segala digitalisasinya,"Mau tidak mau musisi sidestream menjadi bagian dari industri, atau satu kolam dengan musisi mainstream. Karenanya, semua musisi harus mempunyai kesadaran hak-hak yang melekat pada dirinya. Dari hak cipta dan hak terkait yang muncul dari karyanya, termasuk hak mekanikal, " katanya.


    Meski dia juga mengakui, banyak musisi yang tidak tahu, ihwal hak cipta dan hak terkait. Atau banyak diantaranya sangat tidak concern tentang persoalan ini. "Makanya persoalan ini harus dibicarakan terus menerus, agar berdampak pada musisi itu sendiri," katanya.


    Karenanya Cholil Mahmud mengakui sangat membutuhkan bantuan media, untuk terus menyuarakan hal ini. Karena pada saat bersamaan tidak banyak media yang membicarakan, dan menulis persoalan ini dengan baik, karena persoalan royalti memang sangat rumit


    "Kalau media menulis dengan baik (persoalan royalti), akan sangat membantu sekali musisi," katanya. Sehingga kerumitan seperti conflick of interest antara LMKN dan PT LAS, karena komisioner LMKN menjadi pemilik saham PT LAS, bisa dicegah via suara publik yang disuarakan media. Juga persoalan perseteruan royalti lainnya.


    Senada, Candra Darusman mengatakan, meski masih mengaku prematur pendapatnya ihwal persoalan gugatan Musica ke MK, karena dia belum menyelesaikan membaca dan mendalami 58 halaman gugatan Musica Studio ke MK via Otto Hasibuan & Associates, tapi dasarnya ada upaya penghilangan pasal 18 tentang pencipta, dan pasal 30 tentang pelaku atau penyanyi.


    "Menghilangkan pasal 18 dan 30 diganti kesepakatan industri. Maknanya, master lagu bisa dihidupkan lagi kalau ada kesepakatan industri antar para pihak. Kalau kesepakatan tidak tercapai, ya ngga jadi apa-apa," katanya. Meski Candra Darusman juga akhirnya menemu simpulan, gugatan Musica ke MK juga bisa dimaknai sebagai upaya menggairahkan kembali industri musik, agar master master lama bisa dimanfaatkan lagi.


    "Saat kali pertama membaca berita gugatan itu, darah saya mendidih. Setelah saya baca, ternyata ada unsur menggairahkan," katanya sembari menekankan, persoalan gugatan ini jangan sampai membuat kita semua, juga publik, melupakan permasalah LMKN dan pihak terkait, menjadi terbengkalai.


    Hati-hati.


    Candra Darusman bersama Federasi Serikat Musik Indonesia (Fesmi) memang sedang mensiasati persoalan gugatan ini dengan sangat hati-hati. Terutama mendalami dugaan upaya penghilangan pasal 18 dan 30, serta sedang menyusun dokumen, karena melibatkan concerned party.


    Atau pihak terkait yang menjadi subjek dugaan atau laporan Pelanggaran berdasarkan Kebijakan tertentu.


    Ihwal gugatan kepemilikan master 50 tahun menjadi 70 tahun, atau 25 tahun menjadi 70 tahun, juga disikapi dengan keprihatinan mendalam oleh Yovie Widianto. Karena di satu pihak, sebagai pencipta lagu hits, yang banyak bertebaran dalam khazanah musik Indonesia. Yovie Widianto dari lubuk hati terdalam juga menginginkan pembagian royalti yang adil dari para pihak, atau pencipta dan label.


    "Sebagai komposer, kita berbisnis dengan baik-baik dengan semua label rekaman. Meski banyak temen saya yang mengatakan, harusnya saya 'dapat' lebih. Karena itu, (persoalan gugatan ini) mendapatkan perhatian saya, sebagai komposer, saya hanya mengatakan, yuk kembali ke hari nurani," kata Yovie meski di saat bersamaan dia menyadari dunia bisnis, pasti berpikir untung dan rugi. Makanya dia berharap agar lekas tercapai kesepakatan win win solution.


    "25 tahun itu, sudah lama. Tapi ini kok 70 tahun hak master baru kembali. Katakanlah kita mulai terjun di industri ini umur 25 tahun, kalau 70 tahun, kan uda ngga ada (meninggal dunia)," katanya masygul.


    Untungnya Yovie Widianto mengaku bukan sebagai pribadi yang mudah terprovokasi. Dan sangat meyakini bahwa rejeki tidak ada yang tertukar. Karenanya, ketika banyak kawan-kawannya -- sekali lagi -- mengatakan seharusnya dia mendapatkan lebih atas royalti lagunya, dia menyikapi dengan biasa saja, sahaja.


    "Tapi saya tetap berharap seperti teman-teman saya di Korea, Jepang dan lainnya, agar hak saya terpenuhi dengan semestinya," katanya sembari berharap ada klausul jika hendak menghidupkan kembali master di masa lalu, bagusnya ada pembicaraan ulang dengan penciptanya. Siapapun itu. Sembari menyorongkan azas transparansi, dan akuntabilitas.


    "Saya tetap berharap tetap ada yang baik ke depan di industri musik. Dengan tranparansi tetap bisa cuan, kok, " katanya.


    Diana Silfiani, legal colsultant sejumlah musisi di Indonesia mengakui, awarenes musisi ihwal royalti memang sangat minim. Atau agak kurang mengoptimalisasi revenue. Turunannya, revenue-nya tidak maksimal. Seperti pemahaman tentang pola kerja LMKN untuk performing berdasarkan square (ukuran) tempat tampil, juga belum diketahui semua musisi.


    Karenanya sebagai penasehat hukum, Silfiani mengaku miris atas gugatan Musica ke MK. "Miris. Musisi dan pencipta lagu akan di bawa ke mana? Diam saja, atau bagaimana? Makanya saya sering heran mengetahui banyak musisi hendak melakukan perikatan apapun, tapi tidak didampingi legal consultants," katanya.


    Karena, dalam semua perikatan, harusnya ada pendampingan hukum. "Karena membaca dan memahami perjanjian itu tidak semudah itu, teknis sekali," katanya.


    Karenanya, Silfiani berterima kasih, sejumlah pewarta sudi turut membicarakan persoalan royalti ini. Harapannya, musisi lekas berhimpun dan bergerak, untuk menyelematkan periuk nasinya sendiri, sebelum terlalu lama terlelap tidur, dan terlambat semuanya.


    Lamban.


    Fenomena sangat lambannya musisi merespon persoalan royalti, juga banyak dirasakan sejumlah pewarta musik. Selain Denny MR, yang sudah lelah mengingatkan musisi untuk bergerak, merumuskan pemikiran, dan memperjuangkan hak-haknya, Irish Blackmore juga mengatakan hal serupa.


    "Kalau kita pakai teori terbalik, dalam persoalan ini. Kenapa wartawan yang malah bergerak. Buktinya lahir pertemuan ini, (juga sejumlah pertemuan lainnya yang digagas Lesehan Musik / Lesmus). Musisinya malah adem ayem. Kita belum menemukan gregetnya teman-teman musisi. Yang peduli cuman nama itu-itu saja. Pertemuan ini terjadi kan.hanya bagian dari tanggung jawab moral kami. Inilah yang kami sayangkan. Harusnya, kawan-kawan musisi bergerak memperjuangkan nasibnya sendiri," kata Ketua PWI Jaya Seksi Musik dan Film, itu.


    Lebih lanjut Irish Blackmore mengatakan, sejatinya pewarta hanya ingin mempersiapkan dan memberikan panggung kepada para musisi. Sebelum akhirnya terus mendukungnya dari segala sisi. "Tapi apa yang terjadi, yang mau diberikan panggung, ngga nongol-nongol, bahkan seolah-olah masalah ini dibiarkan seperti benang kusut," katanya.


    Kalau musisi terus berdiam diri, menanggapi persoalan itu, Irish Blackmore meyakini, goal persoalan ini, tidak akan pernah terwujud. Yaitu memartabatkan musisi pada tempat semestinya.


    Apa yang dikatakan Irish diamini Denny MR. Karena peran wartawan hanya sebatas sebagai pendorong. "Mungkin awarenes musisi sangat kecil..makanya kita cari solusi agar kawan-kawan (lekas) keluar kandang," kata Denny MR.


    Keberadaan wartawan sebagai pendorong itu diakui Cholil Mahmud. Sebagai salah satu pilar demokrasi, kata Cholil Mahmud, peran wartawan memang cenderung tidak terlihat. "Semoga kawan-kawan wartawan tidak lelah mencermati persoalan royalti ini. Sampai ketemu alasan kenapa musisinya tidak mau bergerak. Dan musisi mempunyai keberanian berkasus di pengadilan, atau jalur hukum," katanya.


    Berkasus di pengadilan, di negara hukum seperti Indonesia, menurut Cholil Mahmud adalah keniscayaan, jadi tidak ada yang istimewa. Makanya, tidak ada cara yang lain, selain musisi harus berani.


    Meski Candra Darusman tetap mewanti-wanti, bergerak tetap harus. Tapi harus lewat perhitungan terperi. "Saya rasa kita harus bergerak dengan sistematis dan terukur. Dengan mempersiapkan argumen dan pendalaman. Tidak bisa asal asbun (asal bunyi), " kata Candra Darusman.


    Meski dia juga sangat tahu, klausul yang digunakan Musica via ke MK adalah, ada 60 negara di dunia yang memberikan hak fiksasi kepada produser selama 70 tahun. Tapi itu bukan berarti menjadi pembenar hal yang sama bisa diterapkan di Indonesia.


    Akhirnya, dalam zoom meeting yang difasilitasi Kang Iyu dan Arey Arifin itu, seharusnya jika ada persoalan abuse (suatu tindakan dimana ketika seseorang, dengan sengaja menyalahgunakan, memanfaatkan, memperlakukan orang lain secara tidak pantas dan tidak wajar tanpa memikirkan perasaan dan diri orang tersebut), sebagaimana dikatakan Diana Silfiani, bisa dihadapi di muka hukum.


    "Bagaimana membangun iklim kesadaran (hukum) kepada kawan-kawan musisi? Tergantung individu masing-masing. Kalau relevan dengan dirinya sendiri, (biasanya) dia akan bergerak membuat gerakan yang relevan juga," kata Silfiani.


    Masih pura-pura baik-baik saja, kawan-kawan musisi?indonesia,kophi (siaran pers/dpriyatna)




     
    Berita Lainnya :
  • Peduli Sampah Plastik, Yayasan WINGS Peduli Kampanyeksn #PilahDariSekarang
  • Gerakan Tokopedia Hijau Tingkatkan Bisnis dan Produk Ramah Lingkungan
  • KB Bank Syariah Dapat Penghargaan Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings
  • Peduli Palestina, KNRPP Salurkan Infak Kemanusiaan Lewat BAZNAS RI
  • Datascrip Kenalkan 3 Proyektor Teknologi Laser Ramah Lingkungan
  •  
    Komentar Anda :

     
    + Indeks Berita +
    01 Peduli Sampah Plastik, Yayasan WINGS Peduli Kampanyeksn #PilahDariSekarang
    02 Gerakan Tokopedia Hijau Tingkatkan Bisnis dan Produk Ramah Lingkungan
    03 KB Bank Syariah Dapat Penghargaan Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings
    04 Peduli Palestina, KNRPP Salurkan Infak Kemanusiaan Lewat BAZNAS RI
    05 Datascrip Kenalkan 3 Proyektor Teknologi Laser Ramah Lingkungan
    06 Service di Auto2000 Berhadiah Sepeda Motor Matik Honda BeAT
    07 Baznas Salurkan 137 Ribu Paket Beras Zakat Fitrah hingga Pelosok Indonesia
    08 Smartfren Community Gelar Program Santri Ngonten 100% Kebaikan
    09 Ramadhan, BAZNAS Bersama INH Bagikan Hidangan Untuk Warga Palestina
    10 Wings Care Rilis So Fresh Minyak Angin Aromatherapy Anti Tepar Saat Mudik Lebaran
    11 Bulan Ramadan, Bank Muamalat dan BMM Gelar Aksi Sosial
    12 JES Bagikan 100 Paket Sembako Untuk Masyarakat Kurang Mampu
    13 Baznas bersama Mitratel Salurkan Paket Ramadhan dan Buka Puasa di 11 Wilayah
    14 Melalui Program “Berbagi Keberkahan Ramadhan 1445 H” AASI Salurkan Donasi Sosial 250 Juta
    15 Bangun Kebersamaan, KPN Corp Selenggarakan Acara Buka Puasa Bersama
    16 Auto2000 Operasikan 9 Posko dan 115 Bengkel Siaga 24 Jam
    17 Musim Mudik Lebaran 2024, Baznas Buka 28 Titik Pos Mudik Siaga
    18 Baznas dan Tokopedia Bagikan 5 Tips Kelola THR dengan Bijak
    19 Bulan Ramadan, Kecap Sedaap Gelar Program Berbagi di 5 Titik lokasi Jakarta dan Bandung
    20 BAZNAS Bersama TNI AL Gelar Buka Puasa Bersama Ojol dan Masyarakat Pesisir di Marunda
    21 Blibli XPO Bandung, Tawarkan Promo Smartphone dan Gadget Hingga Rp5,2 Juta
    22 Sambut Lebaran, Supersol Bersihkan Ikon Wisata Religi Provinsi Banten
     
     
    Redaksi | Pedoman Media Siber | Indeks Berita
    © SINGGALANG NEWS