Perkembangan Budaya Digital, CariUstadz.id Gelar Diskusi Penguatan Moderasi Beragama
SinggalangNews.com, Jakarta - Masa era digital memberikan dampak kepada semua ranah kehidupan, termasuk dalam penguatan beragama, salah satunya kegiatan berdakwah. Berkembangnya media informasi digital saat ini mejadikan kemudahan berdakwah, dan menjangkau umat lebih luas, namun juga diiringi banyak disrupsi yang terjadi.
Dalam menyikapi hal tersebut, CariUstadz.id berkolaborasi dengan Pusat Studi Al-Quran (PSQ), Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) cabang Indonesia, dan Majlis Hukama Muslimin Indonesia (MHMI) mengadakan pertemuan tahunan dalam diskusi bersama pada Annual Meeting of Islamic Dakwah (AMID), dengan tema "Dakwah Islam dan Perubahan Masyarakat Era Digital".
Kegiatan yang berlangsung pada 20 dan 21 November 2021, hadirkan para da’i yang telah banyak dikenal oleh masyarakat, diantaranya Prof. DR. M Quraish Shihab, MA Pendiri Pusat Studi Al-Quran, DR. Muchlis M Hanafi, MA Direktur Eksekutif, Majelis Hukama Muslimin Indonesia, DR. Ali Nurdin, MA Pimpinan CariUstadz.id, DR. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Ustadzah Cariustadz.id, dan Habib Husein Ja’far Alhadar Pendakwah Millennial.
Mereka akan mengisi sesi diskusi yang diikuti olehpeserta yang tergabung di dalam jaringan CariUstadz.id, PSQ, OIAA cabang Indonesia, MHMI, para alumni Pendidikan Kader Mufassir (PKM) PSQ, para alumni Pesantren Bayt Al-Quran Pondok Cabe, dan juga terbuka bagi pendakwah lainnya.
DR. Ali Nurdin, MA Pimpinan CariUstadz.id dan Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran, Sabtu (20/11/2021) menjelaskan, “Dalam perkembangan budaya digital, pendakwah dan media dakwah memiliki peranan stategis untuk menengahi diskusi ilmu agama yang bergulir di masyarakat digital saat ini, terutama pada media sosial yang jangkauan publiknya tak terbatas."
Oleh karena itu Annual Meeting of Islamic Dakwah kami inisiasi bersama dengan beberapa pihak yang memiliki perhatian yang sama untuk meningkatan kecakapan para pendakwah di Indonesia, khususnya untuk bersyiar di dunia digital. Sehingga mampu membangun kapabilitas dan integritas dalam menempatkan diri dan dapat memberikan pengaruh terhadap pendapat orang banyak, ujarnya.
Tumbuhnya Pendakwah dan Media Dakwah Digital
Narasumber dalam ruang dakwah digital saat ini semakin berkembang dan beragam dan tidak lagi didominasi oleh pemuka agama yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Hal ini merupakan sebuah nilai positif dan memperlihatkan bahwa masyarakat memberikan respon terhadap informasi dakwah.
Namun harus disadari bahwa kesuksesan berdakwah bukanlah berdasarkan jumlah likes, comment, share, dan viralitas konten semata, tetapi dinilai dari kualitas konten yang dikembangkan, cara-cara penyampaiannya, dan pemahaman yang dirasakan jamaahnya.
Pendakwah yang memanfaatkan medium digital kini juga dapat disebut sebagai content creator dan influencer yang harus mampu memanfaatkan berbagai trending topic untuk menyampaikan ilmu agama dengan inovatif, santun, wasathiyah (moderat), serta cakap menyampaikan konteks yang tepat walaupun ringkas dan terbatas durasi.
Media dakwah digital juga banyak tumbuh dari ketertarikan masyarakat mencari informasi ilmu agama di ruang digital, juga terkait harapan masyarakat bahwa pendakwah dan media dakwah dapat memberikan jawaban dari permasalahan yang ada di tengah masyarakat, terutama isu-isu baru, seperti isu kesehatan terkait pandemi dan perkembangan teknologi finansial.
Berharap ini mendorong para ahli agama untuk dapat berpartisipasi dalam berbagi informasi yang baik dan etis. Bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan relevan untuk melahirkan pendapat atau fatwa-fatwa baru yang dapat mengakomodasi harapan masyarakat.
Dalam proses berfatwa, dibutuhkan kemampuan memposisikan diri sesuai tingkat keilmuannya serta bijak dalam memberikan tanggapan dan pendapat, untuk menghindari argumentasi liar yang bergulir bebas di ruang publik.
Disampaikan oleh Prof. DR. M Quraish Shihab, MA, Pendiri Pusat Studi Al-Quran,“Kebijakan pendakwah dalam menyampaikan ilmu agama dan memberikan tanggapan akan sebuah isu bisa menjadi contoh bagi masyarakat dalam bersikap. Saat ini, masyarakat sangat mudah mengutip perkataan yang ditemukan di media sosial."
Mengeluarkan fatwa juga harus dilakukan oleh pendakwah yang tingkatan ilmu yang memadai sehingga hasil pemikirannya tepat, bisa memoderasi perbedaan pendapat, dan tidak menimbulkan argumentasi baru, ungkap Prof. DR. M Quraish Shihab.
Bijak Sebagai Jamaah Dakwah Digital
Kebiasaan mencari ilmu agama secara langsung dan mendalam dari guru-guru agama dan ulama kini tidak lagi menjadi prioritas karena masyarakat lebih mengandalkan mesin pencari yang secara instan memberikan jawaban dan mengarahkan menuju berbagai platform informasi dan komunikasi yang relevan.
Walaupun banyak sumber informasi di ruang digital bisa diandalkan kebenarannya, namun sifat instan, ringkas, dan cepat yang menjadi karakter dalam beraktivitas digital. Seringkali membuat informasi yang disediakan hanya berupa kutipan pendek tanpa konteks yang jelas.
Di sini masyarakat dituntut untuk bertabayyun, lebih bijak, kritis, dan memahami adab mencari informasi, dengan memperhatikan realitas dari sebuah isu yang dibicarakan. Dan mengecek latar belakang pendakwah dan medianya, mendalami dan memahami konteks pembahasan, dan mencari tahu sumber hukum Islam dari sebuah pembahasan.
Kehadiran AMID ini berharap dapat membimbing pendakwah agar semakin terampil dalam mewadahi ruang-ruang diskusi digital dan mendengarkan pemikiran yang berbeda-beda, mendorong lahirnya narasi yang seimbang antara teks dan kontekstual, serta memoderasi perbedaan pendapat.
Semoga hal ini diharapkan dapat menjadi pedoman budaya dan etika digital dalam berdakwah sehingga masyarakat memiliki standar informasi ilmu agama Islam yang lebih baik, pungkas Ali Nurdin. (sm_r)
Komentar Anda :